Dua hari yang lalu, tepatnya pada hari rabu tanggal 06 januari 2010. Nomer simpatiku di bel oleh kak Erwan Suryanegara, waktu menunjukkan pukul 08 : 29 : 04 AM saat itu ; kak Erwan adalah salah seorang Praktisi Seni di Palembang yang kuanggap masih memiliki idealisme berkesenian yang belum terkontaminasi dengan kepentingan-kepentingan pribadi yang mendasari setiap tindakannya, tipikal seperti kak Erwan jumlahnya minoritas di kota Bari ini. Intinya ada undangan rapat sore harinya di markas HKSR (Himpunan Kesenirupawan Palembang)--singkatannya bener gak sih..? --yang membahas agenda 'seni rupa yang dihilangkan' oleh DKSS (Dewan Kesenian Sumatera Selatan) pada malam anugerah seni akhir Desember 2009 yang lalu. Aku bersedia untuk hadir meskipun duduk persoalannya tidak terlalu jelas bagiku, namun aku niatkan untuk sekedar jeda sejenak dari kesibukan-kesibukanku di depan kanvas dan komputer dan itung-itung untuk silaturahmi dengan teman-teman perupa yang sudah berbulan-bulan tidak bertemu..khawatir lupa dengan bentuk teman sendiri saking lamanya gak ketemu hehe..
<><>OO<><>
Sekitar pukul 04 PM, rapat pun digelar; titik terang sudah mulai tampak yaitu mempersoalkan tentang malam anugerah seni pada akhir desember tahun lalu, dimana seni rupa bersama-sama dengan dua cabang kesenian lainnya yaitu; sinetron dan perfileman--kalo
gak salah--tak ada satupun tokohnya yang mendapat anugerah seni dari DKSS, sementara jauh-jauh hari nama-nama kandidat dari ketiga cabang kesenian tersebut sudah dipublish di surat kabar..eh pas malam pengumuman anugerah seni tak satupun kandidat-kandidat tersebut yang mendapatkannya. Dari situlah muncul istilah 'seni rupa yang dihilangkan' yang dimaksudkan kak Erwan. Lebih jauh lagi oleh kak Erwan menjelaskan kronologisnya yaitu; berawal dari kedatangan tim penilai dari DKSS ke rumahnya pak Yan Syarief--perupa senior
Palembang--dengan maksud minta rekomendasi tentang nama perupa yang layak untuk mendapatkan anugerah seni tahun 2009 yang lalu. Pak Yan Syarief lalu di perlihatkan nama-nama kandidat perupa yang kalo tidak salah ada tiga orang; kak Erwan salah satunya. Yang menarik perhatian saya--ketika mendengar penjelasan kak Erwan itu--adalah ucapan yang tercetus dari mulut pak Yan Syarief " kok gak ada nama pak Harno?" (pak Harno adalah perupa senior di Palembang juga, yang merupakan teman bebuyutannya pak Yan Syarief). Aku pribadi kok jadi punya kesimpulan kalo pak Yan Syarief sendiri sebenarnya sudah terpolarisasi pada satu nama--sebelum kedatangan tim penilai dari DKSS-- yang menurut beliau paling layak untuk mendapatkan anugerah seni 2009 tersebut yaitu pak Harno. Hanya saja ketika melihat didaftar nama kandidat tersebut tidak terdapat nama pak Harno, pak Yan Syarief jadi kecele—tecugak--dan reaksinya tentu saja kecewa; jika kemudian pak Yan Syarief menanyakan kriteria penilaian, menurutku agak naif karena menurut pak Didik (ketua HKSRI); pak Yan Syarief sebenarnya sudah tahu kriteria penilaian tentang anugerah seni tersebut, karena ikut terlibat atau setidak-tidaknya berada didalam lingkaran ketika kriteria2 itu tengah di godog di DKSS (zamanya pak Amran Halim) dan lagi pak Yan Syarief sendiri sebelumnya sudah pernah mendapatkan anugerah seni. Lebih naif lagi ketika pak Yan Syarief memutuskan untuk tidak memilih salah satupun nama yang disodorkan tersebut hanya karena persoalan kriteria : alangkah lebih baik jika merasa ragu atau tidak sanggup untuk memilih salah satu nama kandidat tersebut, pak Yan Syarief menyerahkan mandatnya tersebut kepada perupa senior lainnya di Palembang yang jumlahnya tidak sedikit.
<><>OO<><>
Rencana Aksi> Dari hasil rapat tersebut digagas oleh kak Erwan untuk melakukan aksi protes pada hari ini (ba'da jum'atan) berupa pengantaran surat ke DKSS--rencananya dengan mengundang wartawan dan ada performance art--yang berisi tuntutan permintaan maaf dari DKSS kepada para perupa khususnya dan cabang kesenian lainnya yang merasa terzholimi. Aku pribadi setuju banget jika DKSS perlu diberi pelajaran akibat carut-marut yang diperbuatnya, bahkan dari keterangan kak Erwan diketahui juga kalo orang-orang yang terpilih mendapatkan anugerah seni dari cabang kesenian lain seperti sastra,musik, seni tari dan teater adalah orang-orang yang track recordnya diragukan. Bahkan sebaliknya, orang yang komitmen berkeseniannya benar-benar total dan sudah menggelutinya dalam jangka panjang hanya sekedar mendapatkan predikat nominator. Persoalannya apakah langkah yang diambil kak Erwan itu sudah tepat? Kalo menurutku sih ; langkah tersebut adalah langkah yang sebaiknya dijadikan sebagai senjata pamungkas saja--dikeluarkan paling terakhir--aku lebih cenderung kepada sarannya pak Didik yang menganjurkan menggunakan strategi sosialisasi terlebih dahulu di media masa dengan tujuan agar masyarakat seni khususnya dan masyarakat di Sumatera Selatan pada umumnya tahu dulu duduk persoalan yang sebenarnya. Bukan tidak mungkin setelah kasus anugerah seni ini di blow up sedemikian rupa akan memancing reaksi dari fihak DKSS untuk memberi jawaban dari sudut pandang mereka sendiri, sehingga akhirnya akan ada perimbangan opini yang bisa diambil kesimpulan oleh masyarakat yang mengikuti polemik anugerah seni tersebut. Bagaimana jika tak ada reaksi dari DKSS? Jangan lupa yang merasa terzholimi oleh DKSS bukan hanya cabang senirupa saja, aku yakin mereka yang dari cabang seni lainpun akan turut memberikan dukungan baik secara langsung dengan keikutsertaan mereka dengan aksi-aksi yang di gagas perupa atau dukungan berupa penguatan opini yang telah dipelopori para perupa sebelumnya, kalo sudah di gempur dari segala arah apa iya DKSS akan tetap diam ? Semakin memanas dan berkepanjangan polemik anugerah seni ini, pada akhirnya tidak menutup kemungkinan para petinggi Sum-Sel sendiri akan turun tangan untuk menyelesaikannya, bukankah itu jauh lebih tinggi nilainya daripada sekedar permintaan maaf dari DKSS? Sehingga ke depannya kejadian serupa takkan pernah terulangi lagi.
gangenimdua,0801'10
<><>OO<><>
No comments:
Post a Comment